Kita sudah sering menjumpai
artikel-artikel yang berisi tentang keistimewaan seorang wanita. Bagaimana dia
diciptakan dan bagaimana Allah Swt memberikan kelebihan serta kekurangan pada
wanita yang tidak dimiliki kaum pria. Seperti halnya menjadi seorang ibu.
Sebuah profesi yang tidak akan pernah bisa digantikan oleh laki-laki manapun
dan dengan cara apapun.
Ketika Rasulullah Saw ditanya oleh
seorang sahabat tentang siapa yang harus dia patuhi pertama kali, beliau menjawab
‘ibumu’. Suri teladan umat islam itu mengulang kata ‘ibumu’ sebanyak tiga kali,
kemudian barulah menjawab ‘ayahmu’. Mengapa? Imam Qurthubi dalam kitab
tafsirnya menjelaskan bahwa makna dari hadits di atas adalah kecintaan kita
terhadap ibu haruslah tiga kali lebih besar daripada cinta kepada ayah.
Begitupula realitas yang disuguhkan
di hadapan kita tentang perjuangan seorang ibu. Perjuangan ketika hamil,
perjuangan melahirkan, dan perjuangan merawat serta mendidik seorang anak hingga
dia bisa membedakan mana yang baik dan buruk hanya dialami oleh seorang ibu. Wajar
saja jika Rasulullah Saw menekankan pada umatnya agar lebih berbakti pada
seorang ibu daripada ayah.
Akan tetapi, menjadi seorang ibu
yang berhak diberi penghormatan seperti sabda Nabi Saw tersebut tidaklah
instan. Salah satu faktor utama yang dapat membentuk karakter ibu yang dijamin
surga atasnya adalah pendidikan.
Edgar Dalle mengemukakan bahwa
pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan
pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang berlangsung
di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta
didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap
untuk masa akan datang.
John Dewey (1978) menyebutkan education is all one with growing, it has no end beyond itself. Pendidikan adalah segala sesuatu bersamaan dengan pertumbuhan, pendidikan sendiri tidak punya tujuan akhir di balik dirinya.
Begitu pentingnya sebuah pendidikan
bagi seorang wanita, baik itu pendidikan agama ataupun pendidikan umum sehingga
seorang wanita dituntut untuk memiliki ilmu dan bekal yang cukup sebelum
melangkah ke jenjang pernikahan. Karena dari pengetahuan itulah akan memberi
pengaruh yang besar terhadap karakter yang terwujud ketika dia menjadi seorang
ibu.
Terlebih ketika dihadapkan dengan
problematika jaman sekarang bahwa masih banyak yang beranggapan pendidikan
tidaklah penting terutama bagi kalangan wanita. Bahkan ada saja yang menelan
mentah-mentah keyakinan wanita tidak perlu sekolah tinggi, cukup mengetahui
cara mengurus keluarga dan membesarkan bayi yang keluar dari rahimnya.
Sosok ibu yang ideal dalam sebuah
rumah tangga tidak cukup dengan memiliki keterampilan memasak dan membersihkan
rumah. Ideal memiliki kaitan erat dengan keseimbangan. Yaitu mampu menyeimbangkan
segala sesuatu sehingga dapat memberi energi positif pada orang-orang
disekitarnya. Keseimbangan itu tidak akan dapat diperoleh kecuali dengan ilmu
dan pendidikan.
Ketika kita mengatakan, bahwa salah
satu faktor utama membentuk karakter ibu yang ideal adalah pendidikan, akan
timbul pertanyaan mengapa bukan agama? Berikut ini beberapa hal yang menegaskan
pentingnya pendidikan bagi wanita muslimah, yaitu :
Pertama : Kita tidak menafikan urgensi agama dalam diri seorang wanita. Bahkan Rasulullah Saw memerintahkan para lelaki untuk memilih wanita dari agamanya agar mereka selamat. Akan tetapi agama tanpa pendidikan sama seperti malam tanpa rembulan atau judul buku tanpa coretan isi di dalamnya. Tentu saja akan terasa hampa.
Pendidikan tentang agama juga
sangat penting dalam membentuk akhlak seorang wanita. Permasalahan yang banyak
timbul saat ini, seperti islam KTP atau bahkan para wanita yang mengaku
beragama islam tapi tega membunuh anaknya hanya karena merasa tidak sanggup
menjaga dan merawat darah dagingnya sendiri adalah satu satu akibat dari kurangnya
ilmu dalam diri mereka. Sampai di sini, masih mau berpikir pendidikan tidak
lebih penting dari agama?
Kedua : Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap umat islam. Akan berdosa seseorang jika meninggalkan sebuah kewajiban dengan sengaja. Oleh karenanya, perintah dari Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw pada saat wahyu pertama kali turun adalah membaca. Allah Swt berfirman dalam surat Al-‘Alaq ayat 1-4 :
ٱقۡرَأۡ
بِٱسۡمِ رَبِّكَ ٱلَّذِي خَلَقَ ١ خَلَقَ ٱلۡإِنسَٰنَ
مِنۡ عَلَقٍ ٢ ٱقۡرَأۡ وَرَبُّكَ ٱلۡأَكۡرَمُ
٣ ٱلَّذِي عَلَّمَ بِٱلۡقَلَمِ ٤
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaan kalam (pena)”
Ketiga : Seorang wanita berhak mendapat pendidikan yang tinggi. Hak pendidikan seorang wanita sama besar dengan laki-laki tanpa berat sebelah. Rasulullah Saw bersabda : “Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap muslim”. Para ulama sepakat bahwa hadits ini mencakup hukum bagi laki-laki dan perempuan.
Syeikh Albahii Alkhaulii dalam
kitabnya al-Islam wa al-Mar’ah al-Mu’ashirah menjelaskan bahwa ilmu yang
wajib dipelajari pertama kali oleh seorang wanita adalah pendidikan tentang
akhlak dan adab dengan akidah yang benar serta mempelajari tentang agama islam
sesuai tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga dia dapat menerapkan syari’at
islam dalam kehidupannya.
Seorang ibu juga dituntut mampu
menanamkan nilai-nilai agama islam kepada anak-anaknya sejak mereka masih
balita. Pengetahuan tentang siapa tuhan mereka, mengenalkan rukun iman dan
rukun islam serta mengajarkan kewajiban-kewajiban seperti shalat, zakat dan
puasa hendaknya sudah dikenalkan sejak dini.
Selain itu, perlu diperhatikan cara
berkomunikasi dengan anak-anak. Penyampaian yang salah akan berakibat fatal.
Misalnya, ketika kita mengenalkan keberadaan Allah Swt, bahwa Dia adalah Tuhan
Semesta Alam. Allah Swt lah yang menciptakan manusia dan seluruh isi bumi.
Imajinasi seorang anak akan membayangkan sesuatu yang sangat besar. Dan akan
muncul pertanyaan-pertanyaan lain dari akalnya untuk melengkapi imajinasinya
itu. Jika seorang ibu tidak memiliki ilmu yang cukup, dan menjawab permasalahan
dasar tentang agama dengan sembrono. Maka bisa berakibat seorang anak
malah tidak percaya dengan kebenaraan
Allah Swt. Na’udzubillahi mindzalik!
Keempat : Ibu adalah sekolah pertama bagi seorang anak. Dialah figur seorang guru yang akan mengajarkan banyak hal untuk buah hatinya sejak pertama kali dia lahir ke dunia. Bayangkan saja, jika seorang wanita hanya mengetahui cara memasak dan membersihkan rumah. Atau seorang wanita yang hanya tahu cara menikah tanpa mengetahui hak dan kewajibannya, niscaya bahtera rumah tangganya tidak akan bertahan lama.
Begitupula yang disampaikan oleh
Ustadzah Iin Suryaningsih, mahasiswi program doctoral jurusan Filologi di
Universitas el-Dual el-Arabiyyah Alecso, Kairo bahwa ibu adalah jendela dunia
pertama bagi seorang anak. Saat seorang anak belum bersentuhan dengan banyaknya
ragam ilmu di luar sana, maka ibu menjadi petunjuk utama dalam hidupnya. Oleh
karenanya, mencerdaskan seorang wanita adalah langkah awal untuk mencerdaskan
generasi selanjutnya.
Kalau sudah demikian, apakah kita
masih beranggapan bahwa menjadi seorang ibu cukup dengan kadar biasa-biasa
saja? Atau kita butuh seorang ibu yang cerdas dan sholehah agar generasi yang
lahir dari rahimnya dapat membentuk pribadi yang cerdas dan sholehah sejak
dini?
Wallahu a’lam bi
ash-shawab.