Menjaga
Rahasia Rumah Tangga dan Memelihara Rasa Malu
Sudah menjadi fitrah manusia memiliki sesuatu yang
baik dan buruk. ada yang ingin diperlihatkan, ada yang ingin disembunyikan.
Seperti halnya berpakaian, di beberapa bagian tak mengapa jika ia dilihat oleh
orang lain, tapi bagian tertentu ia tak boleh sekalipun nampak di mata. Sebab
jika terjadi, ia sama saja telah menampakkan aibnya sendiri.
Allah Swt menciptakan aib bagi hambanya bukan untuk
menurunkan derajat hambanya, melainkan untuk mengajarkan kepada manusia bahwa
mereka tidak lepas dari khilaf dan salah. Agar mereka dapat memetik pelajaran
dari hal memalukan yang pernah mereka alami. Dengan aib tersebut, mereka akan
memiliki rasa malu terhadap Allah Swt dan sesamanya. Disamping itu, Allah Swt
memerintahkan agar umat islam menjaga aibnya, bukan malah menyebarkannya.
Begitupula dalam kehidupan berumah tangga. Allah Swt
mengajarkan kepada sepasang suami istri agar bisa menjaga aib keluarga dari
orang lain. Seperti keburukan yang dimiliki pasangan, atau cacat fisik yang
dimiliki salah satunya. Selain itu, sepasang suami istri juga memiliki privasi
yang harus mereka jaga bersama, saling menjaga ibarat satu tubuh yang
dikendalikan bersama, jika membuka aib salah satunya, sama saja membuka aibnya
sendiri.
Lalu bagaimana jika menceritakan hubungan suami istri
( bersetubuh ) kepada orang lain?
Agama islam melarang keras menceritakan hubungan terhadap
orang lain. jangankan khalayak umum, islam mengajarkan agar orang tua agar
menjaga privasi di hadapan anak-anaknya. Dijelaskan dalam surat An-Nuur : 58
tentang 3 waktu para budak dan anak-anak
harus meminta izin mengetuk pintu kamar suami istri jika ingin masuk.
Allah berfirman :
58.
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang
kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin
kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika
kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'.
(Itulah) tiga 'aurat bagi kamu[1047]. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula)
atas mereka selain dari (tiga waktu) itu[1048]. mereka melayani kamu,
sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah
Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Jika di dalam rumah saja, Allah Swt memerintahkan
untuk menjaga aurat dan aib suami istri, bagaimana dengan menceritakan hubungan
suami istri di kantor, kampus, atau bahkan di social media?
Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ
عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِى إِلَى
امْرَأَتِهِ وَتُفْضِى إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
“Sesungguhnya manusia paling buruk
kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang berhubungan
dengan istrinya dan istrinya pun berhubungan dengannya, kemudian ia menyebarkan
rahasianya” (HR. Muslim)
Rasulullah Saw menjelaskan bahwa barangsiapa
yang menyebarkan hubungan suami istri kepada orang lain, mereka akan mendapatkan
kedudukan paling buruk di sisi Allah Swt, yang berarti mereka sengaja menjauhkan
diri dari rahmat Allah Swt di hari kiamat kelak sedang adzab di hari kiamat itu
sangat pedih.
Mari kita simak, kisah percakapan Rasulullah
Saw dengan para sahabatnya. Rasulullah pernah selepas shalat menghadapakan
wajah beliau kepada jamaah kemudian bersabda:
مَجَالِسَكُمْ هَلْ مِنْكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ
أَغْلَقَ بَابَهُ وَأَرْخَى سِتْرَهُ ثُمَّ يَخْرُجُ فَيُحَدِّثُ فَيَقُولُ
فَعَلْتُ بِأَهْلِى كَذَا وَفَعَلْتُ بِأَهْلِى كَذَا
“Duduklah! Apakah seseorang di antara kalian
jika menjima’ istrinya di dalam kamar tertutup lalu setelah itu ia keluar dan
menceritakannya kepada orang lain ‘aku telah berbuat begini dengan istriku, aku
telah berbuat begitu dengan istriku”
Semua sahabat diam. Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam menghadapkan wajahnya pada jamaah wanita lalu melanjutkan sabdanya:
هَلْ مِنْكُنَّ مَنْ تُحَدِّثُ
“Adakah salah seorang di antara kalian
bercerita begitu?”
Seorang anak gadis Ka’ab bangkit berdiri dan
menoleh ke sana kemari agar Rasulullah dapat melihat dan mendengarnya. Ia pun
lantas mengatakan, “Demi Allah, sesungguhnya wanita pun biasa bercerita begitu”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda:
هَلْ تَدْرُونَ مَا مَثَلُ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ
إِنَّ مَثَلَ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مَثَلُ شَيْطَانٍ وَشَيْطَانَةٍ لَقِىَ
أَحَدُهُمَا صَاحِبَهِ بِالسِّكَّةِ قَضَى حَاجَتَهُ مِنْهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
إِلَيْهِ
“Apakah kalian tahu bagaimana perumpamaan
orang yang berbuat demikian? Sesungguhnya orang yang berbuat demikian seperti
setan jantan dan setan betina. Setan itu menjima’ betinanya sambil disaksikan
banyak orang di tempat terbuka.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Ketahuilah, salah satu perumpamaan paling buruk adalah disamakan dengan para musuh
Allah Swt yaitu para Iblis dan Syaitan yang telah dilaknat oleh Allah Swt dan
diharamkan bagi mereka menyentuh surga. Rasulullah Saw juga menyebutkan dalam
sabdanya, bahwa sikap terang-terang atau tidak merasa malu ketika menceritakan
sebuah keburukan dan aib adalah suatu keburukan yang mendapat balasan neraka.
‘Dari Abi Hurairah; dari Rasulullah Saw beliau bersabda
: Malu adalah bagian dari Iman dan Iman berada dalam surga. Sikap
terang-terangan (dalam perbuatan maksiat dan tidak memiliki rasa malu) adalah
keburukan, dan keburukan berada di Neraka.” ( HR. at Tirmidzi)
Bagaimana mungkin seseorang mau kehilangan rasa
malunya menceritakan rahasia hubungan suami istrinya bersama para rekannya di
kantor, atau di kampus, atau di social media yang bisa dibaca semua orang hanya
untuk hiburan atau bahan cadaan, sedang rasa malu yang dia miliki adalah
wibawanya di hadapan yang lain. Seringkali umat manusia telah kehilangan satu
sifat berharga yang Allah Swt ciptakan untuk menghiasi kehidupan, yaitu
rasa malu. Naudzubillahi min dzalik!
Menilisik kata malu lebih dalam, ada 6 hikmah rasa malu
dalam kehidupan sehari-hari :
Pertama : Malu adalah sebagian dari iman.
Rasulullah Saw berulang kali mengingatkan agar para
sahabatnya menjaga rasa malu mereka. diantaranya beliau bersabda :
عَنْ
سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِى الْحَيَاءِ
، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ
الإِيمَانِ
Dari Salim bin Abdullah dari ayahnya ia berkata;
“Rasulullah Saw lewat di hadapan seorang Ansar sedang mencela saudaranya karena
saudaranya pemalu. Maka Rasulullah Saw bersabda “Biarkan dia! Sesungguhnya malu
itu sebagian dari iman.” (HR; Imam Bukhari )
Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda :
"إِنَّ الْحَيَاءَ
شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ"
Yang artinya :“Sesungguhnya
malu adalah cabang dari iman.”
Kedua :
Malu adalah kebaikan dan wibawa.
Dikutip dari kitab Mukhtasharah Shahih Imam Bukhari
:
عَنْ أَبي السَّوَّارِ العَدَويِّ قالَ: سَمِعْتُ
عِمْرانَ بْنَ حُصَيْنٍ قالَ: قالَ النبيُّ - صلى الله عليه وسلم -:
"الحَيَاءُ لا يأْتي إِلا بِخَيْرٍ"،
فَقَالَ بُشَيْرُ بْنُ كَعْبٍ:
مَكْتُوبٌ في
الحِكْمَةِ: إِنَّ مِنَ الحَيَاءِ وَقَاراً، وَإنَّ مِنَ الحَيَاءِ سَكِينَةً،
فَقالَ لَهُ عِمْرانُ:
أُحَدِّثُكَ عَنْ
رَسولِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم -، وَتُحَدِّثُني عَنْ صَحِيفَتِكَ؟! مختصرة
صحيح الامام البخاري 2364- 4/86
Dari
Abi as Sawwar al ‘Adawi berkata, aku telah mendengar Imran bin Hushain r.a
berkata : “Nabi Muhammad Saw bersabda ‘Malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan’.
Lalu Busyair bin Ka’ab berkata: ‘Tertulis dalam berkataan bijak; sesungguhnya
sebagian dari malu itu adalah kewibaan dan sesungguhnya sebagian dari malu
adalah ketenangan’. Imran bin Hushain menanggapinya; ‘Aku meriwayatkan kepadamu
hadits dari Rasulullah Saw malah kamu meriwayatkan dari lembaran-lembaranmu.”
Ketiga : Malu adalah akhlak seorang muslim.
Rasulullah
Saw bersabda :
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
- صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا،
وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ"
“Sesungguhnya
setiap agama memiliki akhlak dan akhlak agama Islam adalah rasa malu”. (
Sunan Ibnu Majah)
Keempat : Malu dan Iman tidak dapat
dipisahkan.
Rasulullah
Saw bersabda :
عن ابن عمر قال: قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله
عليه وسلم - « إنَّ الْحَيَاءَ وَالإِيمَانَ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإِذَا رُفِعَ
أَحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ»
Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu
‘anhuma berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya sifat malu dan iman bergandengan selalu, jika diangkat salah
satunya, maka niscaya diangkat yang lain.” HR. Al Hakim dan Bukhari dalam kitab
Al Adab Al Mufrad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab shahih Al Adab
Al Mufrad, 1313/991.
Kelima : Malu adalah perisai dari keburukan
Sifat malu akan menjaga
seseorang dari berbuat perbuatan keji, berbuat maksiat, dan mengumbar aib di
hadapan orang lain. Rasulullah Saw bersabda :
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- قَالَ « مَا كَانَ الْفُحْشُ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ وَلاَ
كَانَ الْحَيَاءُ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ ».
‘Dari
Anas bin Malik R.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda “Tidaklah pernah
perbuatan keji/kotor ada pada sesuatu kecuali akan memburukkannya dan tidaklah
pernah sifat malu ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya.”
Keenam : Malu mengantarkan pada Surga-Nya
Dikutip dari kitab ‘Mawarid
adz Dzam’aan ila Rawaid Ibn Hibban
nomor 1929 juz 6 hal 207
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ الله -صلى الله عليه وسلم-قَالَ: "الْحَيَاءُ مِنَ
الإِيمَانِ، وَالإيمَانُ فِي الْجَنَّةِ. وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ،
وَالْجَفَاءُ فِي
النَّارِ"
‘Dari Abi Hurairah; dari Rasulullah Saw beliau bersabda
: Malu adalah bagian dari Iman dan Iman berada dalam surga. Sikap
terang-terangan (dalam perbuatan maksiat dan tidak memiliki rasa malu) adalah
keburukan, dan keburukan berada di Neraka.” ( HR. at Tirmidzi)
Allah Swt berfirman
dalam surah An-Nuur : 19
19. Sesungguhnya orang-orang
yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan
orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat.
dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui."
Menjaga
aib pasangan dihadapan orang lain adalah suatu kewajiban. Jima’ atau hubungan
suami istri merupakan aurat bagi pasangan yang sudah menikah. Menceritakan apa
yang telah ia lakukan selama berhubungan dengan pasangannya adalah perbuatan
yang keji dan sia-sia. Semoga Allah Swt senantiasa menghiasi hari-hari kita
dengan amalan yang bermanfaat dan menjauhkan kita dari kesia-siaan. Amin ya rabbal
‘alamin.
Wallahu a'lam bi ash-shawab