Pages

Thursday 26 November 2015

Baik boleh, tapi jangan terlalu baik!


Gaes, sebelumnya selamat malam dulu, lah! 
Long time no tulis curhat di sini. Entah karena kegiatan yang seabrek, atau fasilitas yang tidak memadai. Semenjak dipinjamkan si layar lebar ini, jadi nulis di sini lagi, deh! Well, 

Saya paham, Gaes! kehidupan ini terlalu singkat untuk digunakan saling menyalahkan. Manusia gak ada yang sempurna. Gak yang yang paling benar. Yang paling dan Maha Benar hanya Allah saja, kita? mending banyakin istighfar dulu aja! ya toh?

Kalau saya sih, entah mengapa kata sahabat saya , saya orangnya suka menyalahkan diri sendiri. Saat merengungi masalah, selalu saja yang keluar 'Iya, saya kok yang salah." Karena saya selalu merasa, kesalahan yang saya munculkan dari sikap saya lebih banyak daripada pihak lawan. Akhirnya sering muncul pikiran "Coba saya gak gini, pasti gak gitu!". "Coba saya tadi kaya gitu aja, pasti gak gini jadinya". "Ya, salah saya sih pake giti segala, jadinya gutu semua!" Darimanapun datangnya masalah, pikiran saya selalu begitu. Pokoknya rempong banget jalan pikir saya kalau lagi dalam keadaan begini, Gaes!

Malam ini saya baper sekali, Gaes! Kesal bercampur greget sama orang. Sebut aja dia D. Dia orang yang lagi dekat sama sahabat saya. Suatu hari saya berniat membantu si D untuk melancarkan urusannya di tempat saya bekerja. Karena saya agak kenal dengan atasan saya, saya mengendus aroma urusan dia akan berakhir gagal. Well, saya beri tahu dia sebuah informasi yang waktu itu belum banyak yang tau -bukan berarti rahasia juga- tentang posisi atasan saya di kantor. 
Alih-alih dapat tanggapan yang baik, omongan saya tak diindahkannya, Gaes! Dia percaya dengan apa yang dia yakini, bahwa urusannya akan baik-baik saja. 

Oke, saya biarkan saja. Waktu terus berjalan, saya tetap merasa urusannya akan berakhir gagal, Gaes! Akhirnya saya coba menghubungi salah satu atasan -bukan atasan paling atas- dan menanyakannya, well bener, Gaes! jawaban atasan saya yang satu ini mengamini feeling indra keenam saya! Urusan dia gak nemu ujungnya! Ngawang di langit gak sampe alamat tujuan!

Sebagai seorang yang mengenal dia dari sahabat saya, entah kenapa hati baik saya sedang berkuasa saat itu untuk membantu dia. Tapi saya gak tau gimana cara bantunya. Sedang saya gak tau masalahnya gimana. Setelah saya jelaskan -dengan bahasa saya yang, yaa begitulah!" masalah lain muncul, Gaes! Urusan mereka benar-benar di ujung langit! Jauuh dari kata lancar. Persis seperti yang saya prediksikan. Tapi inti masalahnya buat saya bukan itu, tapi sikap si D yang menyalahkan saya!

Oh God! saya benar-benar shock saat mereka semua nyalahkan saya, Gaes! Malah saya dibilang nyalahin mereka. hmm.. nyalahin dari sisi mana? 

Saya jadi mikir, Gaes! Saya kan gak mungkin menyalahkan kebaikan hati saya. Ia suci, Gaes! Udah fitrah manusia itu baik. Tapi mungkinkah salah tempat? Harusnya saya gak usah bantuin. Gak usah ngasih informasi. Gak usah ikut campur. Meski punya feeling urusannya bakal kacau, yaudah biarkan saja. Toh, urusannya kan? Jadi kebaikan hati saya saat itu, saya tempatkan di akhir cerita saja. Saat mereka marah dan putus asa, saya berbaik hati bilang "Yang sabar ya, Mas!"

Tapi ya sudahlah! Sudah mainstream bilang 'nasi sudah menjadi bubur' meskipun nasi juga bisa jadi nasi goreng. Saya cuma bisa bilang 'air sudah menjadi susu'. Biarlah mereka kesal ke saya, benci, dan menyalahkan saya. Allah tahu apa yang saya maksud. 

Lagi-lagi saya begini, Gaes! Meski saya kesal, saya gak benar-benar bisa menyalahkan si D. Kita anggap saja ini salah saya. Salah menempatkan kebaikan. Ada banyak pelajaran yang saya dapat dari kejadian ini. Salah satunya; 
"Birokrasi negara gak bisa pake hati polos dan gak tegaan sama orang"
Well, honestly kejadian ini benar-benar membekas di hati, Gaes! Malam saat si D bilang kalau dia dan teman-temannya merasa dipermainkan atasan saya, lalu mulai menyeloteh banyak hal, kasar, dan menyalahkan saya yang katanya menyalahkan mereka, saya nangis, Gaes! Saya benar-benar sedih dan miris. Saya merasa, mereka memvonis saya yang jauh dari apa yang saya niatkan dari awal, membantu saja. Saya gak punya kepentingan terselubung di dalamnya. Tapi saya juga bersyukur, dan berterimakasih pada si D. Berkat dia, saya bisa belajar lebih hati-hati menempatkan kebaikan. Jangan sampai hati suci saya ini, menangis lagi karena salah tempat, hiks!

Eh, tapi kadang saya juga mikir setelah malam dia ngomel panjang lebar. Coba seandainya saya gak masuk urusan mereka, gak bantu apa-apa, dan urusan mereka berantakan begini, kira-kira si D meluapkan rasa marahnya ke siapa ya? XD wkwkwk
Mungkin saat itu, saya sedang sial!






Tuesday 24 November 2015

Menjaga Rahasia Rumah Tangga dan Memelihara Rasa Malu

Menjaga Rahasia Rumah Tangga dan Memelihara Rasa Malu


Sudah menjadi fitrah manusia memiliki sesuatu yang baik dan buruk. ada yang ingin diperlihatkan, ada yang ingin disembunyikan. Seperti halnya berpakaian, di beberapa bagian tak mengapa jika ia dilihat oleh orang lain, tapi bagian tertentu ia tak boleh sekalipun nampak di mata. Sebab jika terjadi, ia sama saja telah menampakkan aibnya sendiri.

Allah Swt menciptakan aib bagi hambanya bukan untuk menurunkan derajat hambanya, melainkan untuk mengajarkan kepada manusia bahwa mereka tidak lepas dari khilaf dan salah. Agar mereka dapat memetik pelajaran dari hal memalukan yang pernah mereka alami. Dengan aib tersebut, mereka akan memiliki rasa malu terhadap Allah Swt dan sesamanya. Disamping itu, Allah Swt memerintahkan agar umat islam menjaga aibnya, bukan malah menyebarkannya.

Begitupula dalam kehidupan berumah tangga. Allah Swt mengajarkan kepada sepasang suami istri agar bisa menjaga aib keluarga dari orang lain. Seperti keburukan yang dimiliki pasangan, atau cacat fisik yang dimiliki salah satunya. Selain itu, sepasang suami istri juga memiliki privasi yang harus mereka jaga bersama, saling menjaga ibarat satu tubuh yang dikendalikan bersama, jika membuka aib salah satunya, sama saja membuka aibnya sendiri.

Lalu bagaimana jika menceritakan hubungan suami istri ( bersetubuh ) kepada orang lain?

Agama islam melarang keras menceritakan hubungan terhadap orang lain. jangankan khalayak umum, islam mengajarkan agar orang tua agar menjaga privasi di hadapan anak-anaknya. Dijelaskan dalam surat An-Nuur : 58 tentang 3 waktu para budak dan anak-anak   harus meminta izin mengetuk pintu kamar suami istri jika ingin masuk. Allah berfirman :

58. Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) Yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu[1047]. tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu[1048]. mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

Jika di dalam rumah saja, Allah Swt memerintahkan untuk menjaga aurat dan aib suami istri, bagaimana dengan menceritakan hubungan suami istri di kantor, kampus, atau bahkan di social media?

Rasulullah Saw bersabda :
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللَّهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ الرَّجُلَ يُفْضِى إِلَى امْرَأَتِهِ وَتُفْضِى إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
“Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang berhubungan dengan istrinya dan istrinya pun berhubungan dengannya, kemudian ia menyebarkan rahasianya” (HR. Muslim)
Rasulullah Saw menjelaskan bahwa barangsiapa yang menyebarkan hubungan suami istri kepada orang lain, mereka akan mendapatkan kedudukan paling buruk di sisi Allah Swt, yang berarti mereka sengaja menjauhkan diri dari rahmat Allah Swt di hari kiamat kelak sedang adzab di hari kiamat itu sangat pedih.
Mari kita simak, kisah percakapan Rasulullah Saw dengan para sahabatnya. Rasulullah pernah selepas shalat menghadapakan wajah beliau kepada jamaah kemudian bersabda:
مَجَالِسَكُمْ هَلْ مِنْكُمْ إِذَا أَتَى أَهْلَهُ أَغْلَقَ بَابَهُ وَأَرْخَى سِتْرَهُ ثُمَّ يَخْرُجُ فَيُحَدِّثُ فَيَقُولُ فَعَلْتُ بِأَهْلِى كَذَا وَفَعَلْتُ بِأَهْلِى كَذَا
“Duduklah! Apakah seseorang di antara kalian jika menjima’ istrinya di dalam kamar tertutup lalu setelah itu ia keluar dan menceritakannya kepada orang lain ‘aku telah berbuat begini dengan istriku, aku telah berbuat begitu dengan istriku”
Semua sahabat diam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menghadapkan wajahnya pada jamaah wanita lalu melanjutkan sabdanya:
هَلْ مِنْكُنَّ مَنْ تُحَدِّثُ
“Adakah salah seorang di antara kalian bercerita begitu?”
Seorang anak gadis Ka’ab bangkit berdiri dan menoleh ke sana kemari agar Rasulullah dapat melihat dan mendengarnya. Ia pun lantas mengatakan, “Demi Allah, sesungguhnya wanita pun biasa bercerita begitu”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
هَلْ تَدْرُونَ مَا مَثَلُ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ إِنَّ مَثَلَ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ مَثَلُ شَيْطَانٍ وَشَيْطَانَةٍ لَقِىَ أَحَدُهُمَا صَاحِبَهِ بِالسِّكَّةِ قَضَى حَاجَتَهُ مِنْهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ إِلَيْهِ

“Apakah kalian tahu bagaimana perumpamaan orang yang berbuat demikian? Sesungguhnya orang yang berbuat demikian seperti setan jantan dan setan betina. Setan itu menjima’ betinanya sambil disaksikan banyak orang di tempat terbuka.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Ketahuilah, salah satu perumpamaan paling  buruk adalah disamakan dengan para musuh Allah Swt yaitu para Iblis dan Syaitan yang telah dilaknat oleh Allah Swt dan diharamkan bagi mereka menyentuh surga. Rasulullah Saw juga menyebutkan dalam sabdanya, bahwa sikap terang-terang atau tidak merasa malu ketika menceritakan sebuah keburukan dan aib adalah suatu keburukan yang mendapat balasan neraka.

Dari Abi Hurairah; dari Rasulullah Saw beliau bersabda : Malu adalah bagian dari Iman dan Iman berada dalam surga. Sikap terang-terangan (dalam perbuatan maksiat dan tidak memiliki rasa malu) adalah keburukan, dan keburukan berada di Neraka.” ( HR. at Tirmidzi)

Bagaimana mungkin seseorang mau kehilangan rasa malunya menceritakan rahasia hubungan suami istrinya bersama para rekannya di kantor, atau di kampus, atau di social media yang bisa dibaca semua orang hanya untuk hiburan atau bahan cadaan, sedang rasa malu yang dia miliki adalah wibawanya di hadapan yang lain. Seringkali umat manusia telah kehilangan satu sifat berharga yang Allah Swt ciptakan untuk menghiasi kehidupan, yaitu rasa  malu. Naudzubillahi min dzalik!  

Menilisik kata malu lebih dalam, ada 6 hikmah rasa malu dalam kehidupan sehari-hari :

Pertama : Malu adalah sebagian dari iman.
Rasulullah Saw berulang kali mengingatkan agar para sahabatnya menjaga rasa malu mereka. diantaranya beliau bersabda :

عَنْ سَالِمِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - مَرَّ عَلَى رَجُلٍ مِنَ الأَنْصَارِ وَهُوَ يَعِظُ أَخَاهُ فِى الْحَيَاءِ ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ الإِيمَانِ
Dari Salim bin Abdullah dari ayahnya ia berkata; “Rasulullah Saw lewat di hadapan seorang Ansar sedang mencela saudaranya karena saudaranya pemalu. Maka Rasulullah Saw bersabda “Biarkan dia! Sesungguhnya malu itu sebagian dari iman.” (HR; Imam Bukhari )
Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda :
"إِنَّ الْحَيَاءَ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ"
Yang artinya :“Sesungguhnya malu adalah cabang dari iman.”

Kedua : Malu adalah kebaikan dan wibawa.
Dikutip dari kitab Mukhtasharah Shahih Imam Bukhari :
عَنْ أَبي السَّوَّارِ العَدَويِّ قالَ: سَمِعْتُ عِمْرانَ بْنَ حُصَيْنٍ قالَ: قالَ النبيُّ - صلى الله عليه وسلم -:
"الحَيَاءُ لا يأْتي إِلا بِخَيْرٍ"، فَقَالَ بُشَيْرُ بْنُ كَعْبٍ: مَكْتُوبٌ في الحِكْمَةِ: إِنَّ مِنَ الحَيَاءِ وَقَاراً، وَإنَّ مِنَ الحَيَاءِ سَكِينَةً، فَقالَ لَهُ عِمْرانُ: أُحَدِّثُكَ عَنْ رَسولِ اللهِ - صلى الله عليه وسلم -، وَتُحَدِّثُني عَنْ صَحِيفَتِكَ؟! مختصرة صحيح الامام البخاري 2364- 4/86
Dari Abi as Sawwar al ‘Adawi berkata, aku telah mendengar Imran bin Hushain r.a berkata : “Nabi Muhammad Saw bersabda ‘Malu tidak mendatangkan kecuali kebaikan’. Lalu Busyair bin Ka’ab berkata: ‘Tertulis dalam berkataan bijak; sesungguhnya sebagian dari malu itu adalah kewibaan dan sesungguhnya sebagian dari malu adalah ketenangan’. Imran bin Hushain menanggapinya; ‘Aku meriwayatkan kepadamu hadits dari Rasulullah Saw malah kamu meriwayatkan dari lembaran-lembaranmu.”

Ketiga : Malu adalah akhlak seorang muslim.

Rasulullah Saw bersabda :

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: "إِنَّ لِكُلِّ دِينٍ خُلُقًا، وَخُلُقُ الْإِسْلَامِ الْحَيَاءُ"
Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak dan akhlak agama Islam adalah rasa malu”. ( Sunan Ibnu Majah)

Keempat : Malu dan Iman tidak dapat dipisahkan.

Rasulullah Saw bersabda :
عن ابن عمر قال: قَالَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - « إنَّ الْحَيَاءَ وَالإِيمَانَ قُرِنَا جَمِيعًا ، فَإِذَا رُفِعَ أَحَدُهُمَا رُفِعَ الآخَرُ»

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya sifat malu dan iman bergandengan selalu, jika diangkat salah satunya, maka niscaya diangkat yang lain.” HR. Al Hakim dan Bukhari dalam kitab Al Adab Al Mufrad dan dishahihkan oleh Al Albani di dalam kitab shahih Al Adab Al Mufrad, 1313/991.

Kelima : Malu adalah perisai dari keburukan

Sifat malu akan menjaga seseorang dari berbuat perbuatan keji, berbuat maksiat, dan mengumbar aib di hadapan orang lain. Rasulullah Saw bersabda :
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَا كَانَ الْفُحْشُ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ وَلاَ كَانَ الْحَيَاءُ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ ».
Dari Anas bin Malik R.a meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda “Tidaklah pernah perbuatan keji/kotor ada pada sesuatu kecuali akan memburukkannya dan tidaklah pernah sifat malu ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya.”

Keenam : Malu mengantarkan pada Surga-Nya

Dikutip dari kitab ‘Mawarid adz Dzam’aan ila Rawaid Ibn Hibban  nomor 1929 juz 6 hal 207

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ الله -صلى الله عليه وسلم-قَالَ: "الْحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ، وَالإيمَانُ فِي الْجَنَّةِ. وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ، وَالْجَفَاءُ فِي 
النَّارِ"
Dari Abi Hurairah; dari Rasulullah Saw beliau bersabda : Malu adalah bagian dari Iman dan Iman berada dalam surga. Sikap terang-terangan (dalam perbuatan maksiat dan tidak memiliki rasa malu) adalah keburukan, dan keburukan berada di Neraka.” ( HR. at Tirmidzi)

Allah Swt berfirman  dalam surah An-Nuur : 19

19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang Amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui."

Menjaga aib pasangan dihadapan orang lain adalah suatu kewajiban. Jima’ atau hubungan suami istri merupakan aurat bagi pasangan yang sudah menikah. Menceritakan apa yang telah ia lakukan selama berhubungan dengan pasangannya adalah perbuatan yang keji dan sia-sia. Semoga Allah Swt senantiasa menghiasi hari-hari kita dengan amalan yang bermanfaat dan menjauhkan kita dari kesia-siaan. Amin ya rabbal ‘alamin.


 Wallahu a'lam bi ash-shawab