Pages

Monday 14 May 2018

Mungkin Aku Kurang Bersyukur #Part2

Menghargai hidup itu gak mudah, loh!
Pernah suatu malam, aku sedang makan di salah satu warung di pinggir jalan kota Jakarta. Lalu datang satu keluarga kecil. Ada Bapak, Ibu, anak perempuan berumur sekitar 7 tahun dan adik kecil laki-lakinya berumur 5 tahun an. Ohya, si Ibu juga sedang menggendong seorang bayi, tidur pulas. 

Mereka datang sambil nyanyi. Entah itu lagu apa, yang aku tangkap, mereka kompak sekali. Seperti sudah terbiasa bernyanyi bersama. Aku sempat bersitatap dengan anak perempuannya. Suaranya nyaring dan tegas. Rambutnya sebahu, wajahnya lelah dan matanya seolah mau bilang 'Maaf, Kak! saya gak punya pilihan lain."

Jujur, malam itu aku miris sekali. Masa kecil kita, itu masa-masa emas untuk memberi doktrin kehidupan. Misalnya, jika masa kecil kita sering melihat orang tua kita berdagang, semakin dewasa kita akan semakin condong dan dengan sendirinya akan memilih dunia perdagangan, begitupula jika masa kecil dihabiskan dengan seorang petani, profesor, pembisnis dan lain sebagainya. 

Masa kecil mereka bagaimana? Melihat kondisi mereka sekeluarga harus mencari nafkah dengan bernyanyi bersama di jalanan  kota Jakarta, apakah terbesit di benak mereka untuk keluar dari zona itu dan mencoba sekolah tinggi misalnya? Atau sekolah ke luar negeri? Yang aku rasakan, jangankan untuk menjadi seorang dokter seperti kebanyakan cita-cita anak kecil lainnya, untuk sekolah saja mereka pesimis. 

Rabbi, sungguh saat itu aku malu sekali. Dengan nikmat yang sudah Engkau beri hingga sejauh ini,  sama sekali aku tidak menghargai hidup aku. Jelas sekali, aku jauh dari kata syukur. Nastaghfirullah wa natuubu ilaiH

Sunday 13 May 2018

Mungkin Aku Kurang Bersyukur


Fase kehidupan itu naik turun. Kadang kalau udah bahagia, bahagia banget. Tapi kalau sudah sedih, ya sedih banget. Sadar gak sadar, kita suka berlarut dalam dua perasaan itu, ya gak sih?

Dari dulu , aku emang susah membahasakan isi hati. Kaya sekarang misalnya. Pengen banget sebenarnya menumpahkan semuanya di sini, katanya biar agak lega. Tapi tetap aja, buntu.

Umurku emang sudah gak muda lagi, rasanya makin ke sini makin berat saja rintangan hidup. Sejak awal aku gak pernah membayangkan fase hidup akan gitu-gitu saja. Aku selalu mencoba mempersiapkan kemungkinan terburuk, atau membayangkan hidup aku kedepannya akan sangat susah. Lalu kemudian, mencoba berpikir kemungkinan solusi yang ada. 

Tapi kontemplasi mencari solusi saat kondisi sedang tenang akan berbeda hasilnya dengan saat kita sedang terdesak, katakanlah sedang terpojokkan takdir. Kondisi seperti ini benar-benar rapuh. lemah. 

Aku kadang suka ngerasa, apa di dunia ini, setiap orang yang sedang 'terjatuh' akan merasa sendiri dalam hidupnya? atau itu aku saja? apa aku wajar bersedih se dalam ini? atau aku terlalu berlebihan? aku rasa kondisi ini sangat berbahaya, benar-benar gak bisa dibahasakan. Tapi yang aku sadari, yang merasakan ini gak hanya aku, di luar sana jutaan orang pun merasakan keluh kesah mereka masing-masing. Kadang kalau sudah di part ini,mungkin aku merasa aku kurang bersyukur.