Pages

Sunday 2 July 2017

Doakan Saya Jadi Duta Bahasa!

Bahasa kedua yang saya pelajari selain bahasa orang tua ( Bahasa Banjar ) adalah bahasa Kutai. Kutai adalah kabupaten tempat saya tinggal. Tepatnya Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. 
Meski Banjar adalah pendatang dari Banjarmasin-Kalimantan Selatan, suku ini cukup mendominasi di kampung kami. Deretan kampung kami bersuku Banjar, deretan kampung seberang bersuku Kutai. Kampung ini dipisahkan oleh Sungai Mahakam. Karena pusat perbelanjaan berada di kampung Kutai, jadi mau tidak mau bahasa Kutai adalah bahasa yang wajib dipelajari agar memudahkan proses jual beli sehari-hari. 

Lulus sekolah dasar, saya mulai merantau ke pulau Madura. Saat itu saya baru memasuki umur 11 tahun. Yang menarik perhatian saya pertama kali jelas saja, bahasa! Gaa ada satu kosakata pun dari bahasa Madura yang agak mirip bahasa Banjar atau Kutai. Sangat sedikit sekali yang diambil dari serapan bahasa Indonesia malah! So, detik pertama dengar, melongo. Detik berikutnya mbyar! buyar!

Sejak saat itu saya jadi suka gondok dengar orang Madura ngobrol di samping saya. Tapi yang namanya gondok ya, kalau disikapi negatif misal benci yang ngomong, ya feedbacknya juga bad lahya.. 
Saya lebih memilih untuk menaklukkan bahasa itu. Saat itu saya mikir , "Saya harus bisa bahasa mereka biar ga dibegoin!" 
Di sisi lain saya juga mikir, bagaimana saya mau masuk dan mengenal lebih dalam budaya mereka kalau saya tidak berada di dalam barisan mereka. Dan untuk masuk barisan mereka, at least saya harus menguasai bahasa mereka. ( Btw, cool juga ya untuk pemikiran bocah umur 11 tahun! XD )

Jadilah saya diam diam belajar bahasa Madura ( kalau terang terangan dan ketahuan berbahasa daerah bisa dihukum wkwk ). Dari ngobrol sama bibi dapur, penjual di toko sampai Pak Slamet tukang bakso yang tiap hari jum'at nongkrong depan gerbang pondok. 

Akhirnya, pada bulan ketiga di Madura saya sudah bisa ngomong cas cus berbahasa Madura, gaes! :D
Awalnya sih emang ga dapat nada dan intonasinya. Kalau saya mah, don ker aja yah! toh saya bukan native speaker bahasa setempat. Menghadapi cemoohan teman teman, saya jadi bikin rule bahasa sendiri. Begini nih bunyinya ; 

Seorang pecinta bahasa tidak akan menghina atau menyalahkan ( dg maksud menjatuhkan ) orang yang ingin belajar bahasa

Meski dia salah intonasi atau salah pronunciation misalnya , tetap kasih respect! Karena setidaknya, dia mau belajar. Dalam belajar bahasa khususnya ilmu speaking, salah dikit ga masalah kok. Yang penting bisa dipahami. Kalau mau membenarkan, bukan dengan menyalahkan trus bilang 'Ih, Lo salah!' dan biasanya andalan mereka bilang 'Gaa usah ngomong bahasa kita deh kalau ga bisa!'  MasyaAllah, kejam banget yak! :v

Hari berganti bulan berganti tahun, bahasa Madura sudah mendarah daging di tubuh saya. Sampai-sampai, pasca kelulusan dan keluar dari pulau Madura, saya lebih biasa plus lancar berbahasa Madura dibanding Banjar. Bahkan seringkali kalau ditanya kosakata, lebih kenceng speed jawab bahasa Madura!. :D

Then, sampai detik ini, 6 tahun sudah saya di Mesir, saya banyak belajar bahasa Nusantara. Dari Banjar, Kutai, Jawa, Madura, Sunda, Minang sampai Betawi. Tapi yang paling aktif sih bahasa Banjar, Kutai, Jawa, Madura dan Minang. Nambah bahasa Arab, Ammiyah Mesir, Inggris dan Malaysia. Ohya satu lagi, bahasa yang paling susah saya pahami dari dulu, yaitu bahasa hati! wkwk

Well, saya suka banget belajar bahasa. Kemana saya pergi, berkawan dan berpetualang, yang selalu membuat saya takjub adalah bahasanya. Dulu saya punya cita cita pengen jadi praktisi linguistik bahasa. Meski nampaknya, saya lebih cepat nyerap bahasa nusantara daripada bahasa asing, yang penting bahasa deh!

Doa saya sih sederhana dan mohon kiranya pembaca setia Bocah Embara sekalian sudi turut mendoakan, semoga saya jadi duta bahasa Nusantara dan Dunia. Kalau ga bisa saya, mudah-mudahan anak cucu saya bisa! Amin :)

Salam hangat dari , Cairo :) 

0 comments:

Post a Comment